Quiet Quitting dan Bagaimana Cara Mengatasinya
Quiet Quitting dan Bagaimana Cara Mengatasinya?
Quiet quitting adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku karyawan yang hanya melakukan persyaratan minimum pekerjaan mereka dan tidak menunjukkan lebih banyak waktu, usaha, atau antusiasme daripada yang benar-benar diperlukan. Dengan kata lain, mereka tidak benar-benar mengundurkan diri dari pekerjaan mereka, tetapi juga tidak berkontribusi lebih dari yang diharapkan. Istilah ini muncul pertama kali di media sosial pada tahun 2022, terutama di TikTok, oleh seorang pelatih karier bernama Bryan Creely. Istilah ini juga dipengaruhi oleh fenomena serupa di Cina yang disebut “lying flat”, yang menunjukkan sikap pasif dan tidak peduli terhadap pekerjaan.
Quiet quitting menjadi tren di tengah pandemi Covid-19, ketika banyak karyawan merasa lelah, stres, atau tidak puas dengan pekerjaan mereka. Beberapa alasan yang mendorong karyawan untuk melakukan quiet quitting antara lain adalah kurangnya penghargaan, kompensasi, atau kesempatan berkembang dari majikan mereka; ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi; atau keinginan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan minat atau nilai mereka.
Quiet quitting dapat berdampak negatif bagi karyawan dan perusahaan. Bagi karyawan, quiet quitting dapat menurunkan motivasi, produktivitas, kreativitas, dan kesejahteraan mereka. Bagi perusahaan, quiet quitting dapat menurunkan kinerja, loyalitas, dan keterlibatan karyawan. Oleh karena itu, penting bagi para pemimpin untuk merespon fenomena ini dengan cara yang tepat.
Bagaimana Cara Mengenali Quiet Quitting?
Quiet quitting mungkin sulit untuk dideteksi karena karyawan yang melakukannya masih memenuhi standar minimal pekerjaan mereka. Namun, ada beberapa tanda yang dapat membantu para pemimpin untuk mengidentifikasi karyawan yang melakukan quiet quitting, seperti:
- Kurangnya inisiatif. Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung tidak mau mengambil tanggung jawab atau proyek baru yang menantang atau menarik bagi mereka. Mereka juga tidak mau memberikan saran, ide, atau masukan yang dapat meningkatkan proses atau hasil kerja.
- Kurangnya komunikasi. Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung tidak aktif berpartisipasi dalam rapat, diskusi, atau presentasi. Mereka juga jarang berinteraksi dengan atasan atau rekan kerja mereka, baik secara formal maupun informal.
- Kurangnya antusiasme. Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung tidak menunjukkan semangat atau kegembiraan terhadap pekerjaan mereka. Mereka juga tidak peduli dengan visi, misi, atau tujuan perusahaan.
- Kurangnya loyalitas. Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung tidak memiliki ikatan emosional dengan perusahaan atau tim mereka. Mereka juga sering mencari pekerjaan lain atau bersiap-siap untuk mengundurkan diri.
Bagaimana Cara Mengatasi Quiet Quitting?
Para pemimpin harus menyadari bahwa quiet quitting adalah masalah serius yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kinerja karyawan dan perusahaan. Oleh karena itu, para pemimpin harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau mengurangi quiet quitting di tempat kerja. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh para pemimpin antara lain adalah:
- Memberikan umpan balik positif dan konstruktif kepada karyawan. Para pemimpin harus mengakui dan menghargai prestasi dan kontribusi karyawan secara rutin dan tulus. Para pemimpin juga harus memberikan saran dan bimbingan yang dapat membantu karyawan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan mereka.
- Memberikan kompensasi dan insentif yang adil dan menarik kepada karyawan. Para pemimpin harus memastikan bahwa karyawan mendapatkan gaji dan tunjangan yang sesuai dengan tanggung jawab dan kinerja mereka. Para pemimpin juga harus memberikan insentif yang dapat memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan atau target yang ditetapkan.
- Memberikan kesempatan untuk belajar dan berkembang di tempat kerja. Para pemimpin harus memberikan ruang dan sumber daya yang dibutuhkan oleh karyawan untuk mengembangkan potensi dan karier mereka. Para pemimpin juga harus memberikan tantangan dan variasi yang dapat menstimulasi kreativitas dan inovasi karyawan.
- Menciptakan budaya kerja yang mendukung dan inklusif. Para pemimpin harus membangun hubungan yang positif dan harmonis dengan karyawan dan antara karyawan. Para pemimpin juga harus mendorong kolaborasi, komunikasi, dan kepercayaan di antara anggota tim.
- Berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan karyawan. Para pemimpin harus menyampaikan visi, misi, dan tujuan perusahaan secara jelas dan konsisten kepada karyawan. Para pemimpin juga harus mendengarkan dan memahami kebutuhan, harapan, dan masalah karyawan.
Kesimpulan
Quiet quitting adalah fenomena yang terjadi ketika karyawan hanya melakukan persyaratan minimum pekerjaan mereka dan tidak menunjukkan lebih banyak waktu, usaha, atau antusiasme daripada yang benar-benar diperlukan. Quiet quitting dapat berdampak negatif bagi karyawan dan perusahaan. Oleh karena itu, para pemimpin harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau mengurangi quiet quitting di tempat kerja.
0 komentar